Text Practice Mode
Senja di Kota Kecil
created Today, 02:55 by adit17
0
357 words
28 completed
0
Rating visible after 3 or more votes
saving score / loading statistics ...
00:00
Langit sore di kota kecil itu selalu indah. Warna oranye keemasan menari di atas awan, seolah menenangkan hati siapa pun yang menatapnya. Di pinggir jalan, seorang pemuda bernama Arka sedang duduk di bangku kayu sambil memainkan gitar tuanya. Petikan nadanya lembut, sederhana, tapi punya makna yang dalam.
Arka bukan siapa-siapa di kota itu.Ia hanya seorang pekerja kafe yang setiap malam menyajikan kopi untuk pelanggan dan setiap sore bernyanyi di taman. Namun bagi orang-orang yang sering melewati taman itu, suaranya seperti teman yang menenangkan setelah hari yang panjang.
Suatu sore, seorang gadis datang membawa buku catatan dan duduk tak jauh dari Arka. Namanya Raya. Ia baru pindah dari kota besar karena lelah dengan kebisingan dan tekanan hidup disana. Setiap kali Arka bernyanyi, ia berhenti menulis dan hanya diam mendengarkan.
"Lagu kamu enak didengar," katanya pelan suatu sore.
Arka tersenyum, agak canggung. "Terima kasih. Lagu sederhana aja, biar sore nggak terasa sepi."
Raya tertawa kecil. "Tapi malah bikin hangat."
Sejak hari itu, mereka sering bertemu. Kadang tidak bicara banyak-Raya menulis di buku, Arka bermain gitar. Tapi diam mereka saling memahami. Dalam senyap, mereka sama-sama menyembuhkan luka masa lalu yang tak pernah mereka ceritakan.
Suatu hari, hujan turun deras. Taman sepi, tapi arka tetap datang. Ia menunggu di bawah pohon, membawa satu payung kecil. Tak lama, Raya muncul dengan jaket tipis dan senyum lelah.
"Kamu tetap datang?" tanyanya.
Arka mengangguk. "Sore tanpa kamu kaya gitar tanpa senar , sunyi."
Raya menunduk, wajahnya memerah. "Kamu aneh."
"Tapi kamu nggak pergi," balas Arka, sambil tersenyum.
Sejak saat itu, hujan tak lagi dingin bagi mereka. Setiap sore mereka berbagi cerita, dan tawa kecil di bawah langit yang terus berubah warna.
Namun waktu berjalan cepat. Raya harus kembali ke kota besar untuk pekerjaannya. Di stasiun kecil itu, ia menatap Arka dan berkata, "Terima kasih sudah bikin aku percaya kalau tenang itu nyata."
Arka hanya tersenyum, menyodorkan buku catatan yang dulu sering dipakai Raya. Di dalamnya ada tulisan baru di halaman terakhir.
"Untuk senja dan seseorang yang membuat lebih indah."
Kereta berangkat. Arka tetap berdiri di peron, memandangi langit yang kembali berwarna jingga. Tapi di hati, senja tak akan pernah sama-karena pernah ada Raya di sana.
Arka bukan siapa-siapa di kota itu.Ia hanya seorang pekerja kafe yang setiap malam menyajikan kopi untuk pelanggan dan setiap sore bernyanyi di taman. Namun bagi orang-orang yang sering melewati taman itu, suaranya seperti teman yang menenangkan setelah hari yang panjang.
Suatu sore, seorang gadis datang membawa buku catatan dan duduk tak jauh dari Arka. Namanya Raya. Ia baru pindah dari kota besar karena lelah dengan kebisingan dan tekanan hidup disana. Setiap kali Arka bernyanyi, ia berhenti menulis dan hanya diam mendengarkan.
"Lagu kamu enak didengar," katanya pelan suatu sore.
Arka tersenyum, agak canggung. "Terima kasih. Lagu sederhana aja, biar sore nggak terasa sepi."
Raya tertawa kecil. "Tapi malah bikin hangat."
Sejak hari itu, mereka sering bertemu. Kadang tidak bicara banyak-Raya menulis di buku, Arka bermain gitar. Tapi diam mereka saling memahami. Dalam senyap, mereka sama-sama menyembuhkan luka masa lalu yang tak pernah mereka ceritakan.
Suatu hari, hujan turun deras. Taman sepi, tapi arka tetap datang. Ia menunggu di bawah pohon, membawa satu payung kecil. Tak lama, Raya muncul dengan jaket tipis dan senyum lelah.
"Kamu tetap datang?" tanyanya.
Arka mengangguk. "Sore tanpa kamu kaya gitar tanpa senar , sunyi."
Raya menunduk, wajahnya memerah. "Kamu aneh."
"Tapi kamu nggak pergi," balas Arka, sambil tersenyum.
Sejak saat itu, hujan tak lagi dingin bagi mereka. Setiap sore mereka berbagi cerita, dan tawa kecil di bawah langit yang terus berubah warna.
Namun waktu berjalan cepat. Raya harus kembali ke kota besar untuk pekerjaannya. Di stasiun kecil itu, ia menatap Arka dan berkata, "Terima kasih sudah bikin aku percaya kalau tenang itu nyata."
Arka hanya tersenyum, menyodorkan buku catatan yang dulu sering dipakai Raya. Di dalamnya ada tulisan baru di halaman terakhir.
"Untuk senja dan seseorang yang membuat lebih indah."
Kereta berangkat. Arka tetap berdiri di peron, memandangi langit yang kembali berwarna jingga. Tapi di hati, senja tak akan pernah sama-karena pernah ada Raya di sana.
saving score / loading statistics ...