Text Practice Mode
Sang Alkemis
created Feb 18th, 04:57 by Teza
1
209 words
16 completed
5
Rating visible after 3 or more votes
saving score / loading statistics ...
00:00
Sang Alkemis mengambil sebuah buku yang dibawa seseorang di karavan itu. Dia membuka-buka lembar-lembarannya, dan menemukan kisah tentang Narcissius.
Sang Alkemis tahu legenda tentang Narcissius, pemuda yang setiap hari berlutut di tepi telaga untuk memandang-mandangi keelokannya sendiri. Dia begitu terpesona oleh dirinya sendiri. Suatu pagi terjatuhlah dia ke dalam telaga itu dan tenggelam. Di tempat dia jatuh, tumbuh sekuntum bunga, yang dinamai 'narcissius'.
Tetapi si pengarang buku tidak menutup ceritanya sampai di situ.
Dia berkata bahwa ketika Narcissius mati, dewi-dewi hutan itu muncul dan mendapati air telaga yang semula tawar telah berubah menjadi asin oleh air mata.
"Mengapa kau menangis?" dewi-dewi itu bertanya.
"Aku menangis untuk Narcissius," sahut telaga itu.
"Ah, tak heran kau menangisi Narcissius," mereka berkata, "sebab walaupun kami selalu mengejarnya di dalam hutan, hanya kau yang dapat memandangi keelokannya dari dekat,"
"Tapi, sungguhkah Narcissius elok?" tanya telaga itu.
"Siapa yang lebih tahu kalau bukan dirimu?" para dewi menyahut dengan heran. "Bukankah setiap hari dia berlutut di tepianmu untuk mengagumi dirinya sendiri!"
Sesaat telaga itu terdiam. Akhirnya dia berkata,
"Aku memang menangisi Narcissius, tapi aku tak pernah memperhatikan apakah dia elok. Aku menangis karena setiap kali dia berlutut di tepianku, aku bisa melihat pantulan keelokanku sendiri di kedalaman matanya."
"Sungguh kisah yang sangat indah." pikir sang Alkemis
Sang Alkemis tahu legenda tentang Narcissius, pemuda yang setiap hari berlutut di tepi telaga untuk memandang-mandangi keelokannya sendiri. Dia begitu terpesona oleh dirinya sendiri. Suatu pagi terjatuhlah dia ke dalam telaga itu dan tenggelam. Di tempat dia jatuh, tumbuh sekuntum bunga, yang dinamai 'narcissius'.
Tetapi si pengarang buku tidak menutup ceritanya sampai di situ.
Dia berkata bahwa ketika Narcissius mati, dewi-dewi hutan itu muncul dan mendapati air telaga yang semula tawar telah berubah menjadi asin oleh air mata.
"Mengapa kau menangis?" dewi-dewi itu bertanya.
"Aku menangis untuk Narcissius," sahut telaga itu.
"Ah, tak heran kau menangisi Narcissius," mereka berkata, "sebab walaupun kami selalu mengejarnya di dalam hutan, hanya kau yang dapat memandangi keelokannya dari dekat,"
"Tapi, sungguhkah Narcissius elok?" tanya telaga itu.
"Siapa yang lebih tahu kalau bukan dirimu?" para dewi menyahut dengan heran. "Bukankah setiap hari dia berlutut di tepianmu untuk mengagumi dirinya sendiri!"
Sesaat telaga itu terdiam. Akhirnya dia berkata,
"Aku memang menangisi Narcissius, tapi aku tak pernah memperhatikan apakah dia elok. Aku menangis karena setiap kali dia berlutut di tepianku, aku bisa melihat pantulan keelokanku sendiri di kedalaman matanya."
"Sungguh kisah yang sangat indah." pikir sang Alkemis
