eng
competition

Text Practice Mode

BUMI MANUSIA

created Dec 9th, 00:25 by Setiawan7001


1


Rating

1205 words
3 completed
00:00
ORANG MEMANGGIL AKU: MINKE
Namaku sendiri…. Sementara ini takperlu kusebutkan. Bukan karena gila mysteri. Telah aku
timbang: belum perlu benar tampilkan diri dihadapan mata orang lain.
Pada mulanya catatan pendekini aku tulis dalam masa berkabung: dia telah tinggalkan aku, entah
untuksementara entah tidak. (Waktu itu aku tak tahu bagaimana bakal jadinya). Hari depan yang
selalu menggoda!
My steri! Setiap pribadi akan datang padany a—mau-tak-mau, dengan seluruh jiwa dan raganya.
Dan terlalu sering dia terny ata maharaja zalim. Juga akhirny a aku datang padanya bakalnya.
Adakah dia dewa pemurah atau jahil, itulah memang urusan dia: manusia terlalu sering bertepuk
hanya sebelah tangan….
Tigabelas tahun kemudian catatan pendekini kubacai dan kupelajari kembali, kupadu dengan
impian, khayal. Memang menjadi’lain dari aslinya. Takkepalang tanggung. Dan begini kemudian
jadinya: DALAM HIDUPKU, BARU SEUMUR JAGUNG. Sudah dapat kurasai: ilmu
pengetahuan telah memberikan padaku suatu restu yang tiada terhingga indahnya.
Sekali direktur sekolahku bilang didepan kias: y ang disampaikan oleh tuan-tuan guru di bidang
pengetahuan umum sudah cukup luas, jauh lebih luas daripada yang dapat diketahui oleh para
pelajar setingkat di banyak negeri di Eropa sendiri.
Tentu dada ini menjadi gembung. Aku belum pernah ke Eropa.
Benar-tidakny a ucapan tuan Direktur aku taktahu. Hanya karena menyenangkan aku cenderung
mempercayainya. Lagi pula semua guruku kelahiran sana, dididikdisana pula. Rasanya tak layak
takmempercay ai guru. Orang tuaku telah mempercay akan diriku pada mereka. Oleh masy arakat
terpelajar Eropa dan Indo dianggap terbaik dan tertinggi nilainya di seluruh Hindia Belanda. Maka
aku hairus mempercay ainy a.
Ilmu dan pengetahuan, yang kudapatkan dari sekolah dan kusaksikan sendiri pernyataannya dalam
hidup, telah membikin pribadiku menjadi agak berbeda dari sebangsaku pada umumnya.
Menyalahi wujudku sebagai orang Jawa atau tidak aku pun tidaktahu. Dan justru pengalaman
hidup sebagai orang Jawa berilmu pengetahuan Eropa yang mendorong aku suka mencatat-ck-tat.
Suatu kali akan berguna, seperti sekarang ini.
Salah satu hasil ilmu-pengetahuan yang tak habis-habis kukagumi adalah percetakan, terutama
zincografi. Coba, orang sudah dapat memperbany ak potret berpuluh ribu lembar dalam sehari.
Gambar pemandangan, orang besar dan penting, mesin baru, gedung-gedung pencakar langit
Amerika, semua dan dari seluruh dunia kini dapat aku saksikan sendiri dari lembaran-lembaran
kertas cetak. Sungguh merugi generasi sebelum aku generasi yang sudah puas dengan
banyaknya jejak-langkah sendiri di lorong-lorong kampungnya itu. Betapa aku berterimakasih
pada semua dan setiap orang y ang telah berjerih-payah untukmelahirkan keajaiban baru itu.
Lima tahun yang lalu belum lagi ada gambar tercetak beredar dalam lingkungan hidupku.
Memang ada cetakan cukilan kayu atau batu, namun belum lagi dapat mewakili kenyataan
sesungguhnya.
Berita-berita dari Eropa dan Amerika bany akmewartakan penemuan-penemuan terbaru.
Kehebatannya menandingi kesaktian para satria dan dewa nenek-moy angku dalam cerita
wayang. Keretapi kereta tanpa kuda, tanpa sapi, tanpa kerbau be lasan tahun telah disaksikan
sebangsaku. Dan masih juga ada keheranan dalam hati mereka sampai sekarang!
Betawi-Surabay a telah dapat ditempuh dalam tiga hari. Diramalkan akan cuma seharmal*!
Hany a seharmal! Deretan panjang gerbong sebesar rumah, penuh barang dan orang pula, ditarik
oleh kekuatan air semata! Kalau Stevenson pernah aku temui dalam hidupku akan
kupersembahkan padany a karangan bunga, sepenuhny a dari anggrek. Jaringan jalan keretapi
telah membelah-belah pulauku, Jawa. Kepulan asapnya mewarnai langit tanahairku dengan garis
hitam, semakin pudar untukhilang ke dalam ketiadaan. Dunia rasanya tiada berjaraklagi telah
dihilangkan oleh kawat. Kekuatan bukan lagi jadi monopoli gajah dan badak. Mereka telah
digantikan oleh benda-benda kecil buatan manusia: torak, sekrup dan mur.
Dan di Eropa sana, orang sudah mulai membikin mesin yang lebih kecil dengan tenaga lebih
besar, atau setidakny a sama dengan mesin uap. Memang tidak dengan uap. Dengan minyak
bumi. Warta sayup-say up mengatakan: Jerman malah sudah membikin kereta digerakkan listrik.
Ya Allah, dan aku sendiri belum lagi tahu membuktikan apa listrikitu.
Tenaga-tenaga alam mulai diubah manusia untukdiabdikan pada dirinya.
Orang malah sudah merancang akan terbang seperti Gatotkaca, seperti Ikarus. Salah seorang
guruku bilang: sebentar lagi, hanya sebentar lagi, dan ummat manusia takperlu lagi membanting
tulang memeras keringat dengan hasil sedikit. Mesin akan menggantikan semua dan setiap macam
pekerjaan. Manusia akan tinggal bersenang. Berbahagialah kalian, para siswa, katanya, akan dapat
meny aksikan awal jaman modern di Hindia ini.
Modern?, Dengan cepatnya kata itu menggelumbang dan membiakdiri seperti bakteria di Eropa
sana. (Setidak-tidaknya menurut kata orang.) Maka ijinkanlah aku ikut pula menggunakan kata ini.
sekalipun aku belum sepenuhny a dapat menyelami maknanya.
Pendekny a dalam jaman modern ini potret sudah dapat diperbanyaksampai puluhan ribu sehari.
Yang penting: ada di antaranya yang paling banyakkupandangi: seorang dara, cantik, kay a.
berkuasa, gilang-gemilang, seorang pribadi yang memiliki segala, kekasih para dewa.
Sassus, sembuny i-sembunyi diucapkan di antara teman-teman sekolah: bankier-bankier terkaya di
dunia pun tiada berpeluang untukmerayunya.
Ningrat gagah dan ganteng pada tunggang-langgang untukmendapatkan perhatiannya. Hanya
perhatian!
Pada waktu-waktu menganggur sering aku pandangi wajahnya sambil mengandai-andai: betapa,
betapa, betapa. Dan betapa tinggi tempatnya.
Jauh pula, sebelas atau duabelas ribu mil laut dari tempatku, Surabaya.
Pelay aran sebulan naikkapal, mengarungi dua semudra, lima selat dan satu terusan. Itu pun
belum tentu dapat bertemu dengannya. Tak berani aku menyatakan perasaanku pada siapa pun-.
Orang mentertawakan dan menamai aku gila.
Di kantorpos-kantorpos, kata sang sassus pula, kadang didapatkan surat lamaran yang ditujukan
pada dara yang jauh dan tinggi di sana itu. Takada yang sampai. Sekirany a aku bergila
memberanikan diri, sama saja: pejabat pos akan menahanny a untukdirinya sendiri.
Dara kekasih para dewa ini seumur denganku: delapanbelas. Kami berdua dilahirkan pada tahun
yang sama: 1880. Hany a satu angka berbentuk batang, tiga lainny a bulat-bulat seperti kelereng
salah cetak. Hari dan bulannya juga sama: 31 Agustus. Kalau ada perbedaan hanya jam dan
kelamin. Orangtuaku takpernah mencatat jam kelahiranku. Jam kelahirannya pun tak aku ketahui.
Perbedaan kelamin ? Aku pria dia wanita. Mencocokkan jam yang tidakmenentu itu juga
memusingkan.
Setidak-tidakny a bila pulauku diselimuti kegelapan malam negerinya dipancari surya. Bila
negerinya dipeluk oleh kehitaman malam pulauku gemerlapan di bawah surya khatulistiwa.
Guruku, Magda Peters, melarang kami mempercayai astrologi. Omongkosong, katanya. Thomas
Aquinas, sambungnya, pernah melihat dua orang yang lahir pada tahun, bulan, hari dan jam,
malah tempat yang sama. Ia angkat telunjukdan menantang kami dengan: lelucon astrologi
nasib keduanya sungguh tidakpernah sama, yang seorang tuantanah besar, y ang lain justru
budakny a!
Dan memang aku tidak percay a. Bagaimana akan percay a ? Dia tidakpernah jadi petunjukuntuk
kemajuan ilmu dan pengetahuan manusia. Kalau dia benar, cukuplah kita taklukpadanya,
selebihnya boleh dilempar ke kranjang babi. Dia tidakakan mampu meramalkan siapa dara itu, di
mana tempatnya. Tak bakal. Pernah aku ramalkan diri untukiseng. Horoskop dibolak dan dibalik.
Sang peramal buka mulut. Nampakdua gigi-mas-nya: bila Tuan ada kesabaran, pasti….. Dengan
demikian aku lebih mempercayai akalku. Dengan kesabaran-seluruh-ummat-manusia
menemuiny a pun aku takbakal mungkin.
Aku lebih mempercayai ilmu-pengetahuan, akal. Setidak-ti-dakny a padanya ada kepastiankepastian y ang bisa dipegang.
Tanpa mengetukpintu kamar pemondokanku Robert Suurhof di sini takkupergunakan nama
sebenarny a masuk. Didapatiny a aku sedang mencangkung! gambar sang dara, kekasih para
dewa itu. Ia terbahak, diri menggerabakdan tersipu. Lebih kurangajar lagi justru seruannya:
“Ahoi, si philogynik, matakeranjang kita, buaya kita! Bulan mana pula sedang kau rindukan ?”
Memang aku berhakmengusirnya. Tapi: “Husy!” dengusku, siapa tahu ?”
“Astrolog itu tahu segala, kecuali diriny a sendiri…..,” kemudian seperti biasa ia lanjutkan dengan
seringai.
Biar aku ceritakan: ia temanku sekolah di H.B.S., jalan H.B.S., Surabay a. Ia lebih tinggi
daripadaku. Dalam tubuhnya mengalir darah Pribumi. Entah berapa tetes atau gumpal.

saving score / loading statistics ...